Di WAG dan Medsos lainnya, banyak ulasan Hukum Memperingati Malam Tahun Baru ‘Masehi’ bagi Muslim. Rata2 kesimpulannya Haram, didasarkan pada Hadits ‘Man Tasyabbaha’ yg populer itu. Bahkan ada juga yg merintis gerakan Malam Tahun Baru ‘Tanpa Perayaan’ disosialisasikan via Baliho dan diviralkan di Media2 Sosial, dsb.

Perlu sy klarifikasi bahwa:

1. Hukum Merayakan Pergantian Tahun Baru Masehi bersifat Ijtihadiyah. Lantaran tidak ada dalil Naqli (al-Qur’an atau Hadits) spesifik dan tegas yg melarangnya, shg ditempuhlah Ijtihad Ulama guna menentukan Hukumnya (Istimbath al-Hukm). Hukum Islam yg lahir dari hasil Ijtihad bersifat Fiqhiyah (pemahaman Ulama) karenanya kebenarannya relatif, bisa Benar bisa Salah (setidaknya menurut Ulama lain). Justru sering kali yg ‘Salah’ adalah menganggap Ijtihadnya sendiri (atau yg diikutinya) lah yg ‘Paling Benar’ seraya menafikkan Ijtihad lain yg kontra dengannya. Apalagi sampe2 menuding selainnya sbg Bid’ ah, ‘Sesat’ bahkan ‘Kafir’ segala. Itu sejatinya jelas bukan sikap ‘Muslim’ (orang yg Selamat dan menjaga Keselamatan sesama manusia).

2. Hadits ‘Man Tasyabbaha’ mmg seringkali digunakan layaknya ‘Sapu Jagad’ dalam menjawab soal2 Ijtihadiyah maupun untuk menyerang saudaranya yg berbeda dengannya. Kalau Ulamanya ‘saling serang’ dampaknya jelas destruktif pada Jama’ah masing2 yg awam seluk-beluk Syari’ah dan Fiqh. Terutama terkait perbedaan metode Istimbath al-Hukm antara yg Tekstual dgn yg Kontekstual dan relativitas ‘Kadar’ Kebenaran Hukum (Fiqh) yg dihasilkan tidaklah absolut.

3. Kalender Hijriyah yg dijadikan Kalender orang Islam sendiri adalah Bid’ah (barang baru) krn mmg tidak ada di zaman Nabi saw masih hidup. Kalender Hijriyah adalah hasil Ijtihad Khalifah Umar bin Khatab ra. Perbedaan keduanya yg fundamental hanyalah pada Metode, bukan Aqidah. Masehi berdasar peredaran Matahari (365 hr) sedangkan Hijriyah berdasarkan Bulan (354 hr). Hijriyah bersifat eksklusif khusus umat Islam, sedangkan Masehi inklusif berlaku untuk semua manusia sedunia, berarti lintas bangsa, negara dan Agama.

4. Kesimpulan Hukum menjudge orang Islam yg ikut merayakan Tahun Baru seakan telah ‘Murtad’ jelas berlebihan dan tidak berdasar. Bgmn mungkin mengharamkan sebagian (malam Tahun Baru Masehi) saja tapi menghalalkan 364 hari lainnya untuk digunakan dalam aktivitas kehidupan sehari2? Dari Tanggal Lahir yg tercatat di Akte Lahir, KK, KTP, SIM, kalender pendidikan (Sekolah/Kuliah), tanggal Ijazah, Ulang Tahun, hari Kerja, tanggal Gajian, jatuh tempo Kredit Panci/Kompor/Motor, Listrik, Masa berlaku Pulsa/Paket Data, tanggal Pensiun, hingga Tanggal Wafat yg tertera di batu nisan semua berdasarkan Kalender Masehi. Apakah berarti kita semua diartikan sbg penganut Isa al-Masih? Dalam Kitab Injil yg diturunkan kpd Nabi Isa as pun tentu juga tidak ada ayat yg memerintahkan ttg penggunaan Kalender yg dinisbatkan kpd diri al-Masih sendiri.

Jadi, tidak ada masalah bagi Muslim ikut gembira merayakan Malam Tahun Baru Masehi, selama tidak dirayakan dgn pesta Miras dan dekadensi moral lainnya yg melanggar Syariat Islam.

 

Penulis : Syekh Fathurrahman