Muhammad Mutawali
UIN Mataram, STIS Al-Ittihad Bima
Jl. Pendidikan No. 35 Mataram

muh.mutawali@uinmataram.ac.id

 

Abstract

The history records that the ulama played an important role for the development of Islam in the Nusantara, and even played an active role in the Indonesian independence process. They are the best sons of the nation who take Islamic scholarship directly at the center of the decline of Islamic doctrine. In the field of hadith (sanad & ijazah), the ulama Nusantara take an important position as ulama / teacher of hadith, so that some of them become mahaguru of the claimants of hadith knowledge from all country of the world and immediately give a ijazah. It aims to maintain the authenticity of the sanad and matan of hadis that originate from the Rasulullah oral remit from the forgery of hadith.

The study of local ulama in the process of transmitting hadis in Indonesia, especially in eastern Indonesia, is very rarely found in the literature. Therefore, this study becomes important to be raised in a paper as a discourse, and also to fill the gap.

This article will examine one of the Tuan Guru as a local ulama from Bima who was connected to the ulama network in the twentieth century and is also one of the local ulama who inherited the tradition of narration of traditions.

 

Abstrak

Sejarah mencatat bahwa para ulama memainkan peran yang penting bagi perkembangan keislaman di Nusantara, bahkan berperan aktif dalam proses kemerdekaan Indonesia. Mereka merupakan putra terbaik bangsa yang mengambil langsung keilmuan Islam pada pusat dan sumber turunnya ajaran Islam. Dalam bidang hadis (sanad & ijazah), para ulama nusantara mengambil posisi penting sebagai ulama/guru hadis, hingga sebagian mereka menjadi mahaguru bagi penuntut ilmu hadis dari seluruh penjuru dunia dan langsung mengijazahkannya. Hal ini dilakukan untuk menjaga otentifikasi sanad dan matan hadis yang bersumber dari lisan Rasulullah dari upaya pemalsuan hadis.

Kajian tentang ulama lokal dalam proses transmisi hadis di Indonesia, khususnya di wilayah timur Indonesia sangat jarang ditemukan dalam literatur. Oleh karena itu, kajian ini menjadi penting untuk diangkat dalam sebuah tulisan sebagai wacana bersama, dan juga untuk mengisi kekurangan tersebut.

Artikel ini akan mengkaji salah seorang ulama lokal asal Bima yang terkoneksi dengan jaringan ulama pada abad XX dan juga merupakan salah seorang ulama lokal yang mewariskan tradisi periwayatan hadis.

Kata Kunci:    Jaringan Ulama, Ulama Bima, Hadis, Sanad dan Ijazah, Tuan Guru.

PENDAHULUAN

            Sejarah sanad keilmuan tidak dapat dilepaskan dari kontribusi Syekh Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadaniy Al-Makkiy,[1] beliau adalah seorang ulama hadis pada abad ke-20 yang ketenarannya dikenal hingga ke seluruh dunia, terutama di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyaknya riwayat yang didapatkan dari gurunya yang tersebar di seluruh dunia Islam. Di samping itu, banyaknya murid yang menerima sanad/ijazah hadis darinya. Sehingga ketika membuka lembaran-lembaran yang terkait dengan transmisi keilmuan Islam (sanad atau ijazah), maka nama Syekh Yasin Padang yang akan sering ditemukan.[2][1] Nama lengkapnya adalah Abu Al-Faidh Alam Ad-Din Muhammad Yasin bin Isa Al-Fadaniy, lahir di Mekkah pada tahun 1916 dan meninggal pada tanggal 20 Juli 1990 di Mekkah. Berguru kepada ayahnya, Syeikh Muhammad Isa, kemudian melanjutkan studi ke Madrasah As-Saulathiyah, yang guru-gurunya antara lain Syekh Mukhtar Usman, Syekh Hasan Al-Masysath, Habib Muhsin bin Ali Al-Musawa, berguru juga kepada kepada Kiai Ma`shoem Lasem dan Kiai Baidhowi Lasem. Syekh Yasin tidak hanya ahli dalam ilmu sanad, tapi juga dalam ilmu Syari`at, hal ini dinyatakan langsung oleh salah seorang muridnya Syekh Mahmud Said Mamduh. Syekh Yasin Juga tidak hanya memberikan fatwa di Mekkah saja, tapi juga di luar Mekkah, salah satunya Indonesia yang pernah mengirimkan permintaan fatwa kepadanya. Syekh Yasin tidak hanya aktif mengajar, beliau juga sangat produktif menulis kitab, terbukti jumlah karyanya mencapai 97 buah, diantaranya 9 kitab tentang ilmu Hadis, 25 kitab tentang ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, dan 36 kitab tentang ilmu Falak. Salah satu sumbangan besar Syekh Yasin bagi kemajuan Islam Indonesia adalah upayanya memperkenalkan nama-nama ulama nusantara ke dunia luar. Melalui Syekh Yasin, perawi-perawi Arab dan non-Melayu mengenal istilah Kiai dalam bahasa Jawa yang bermakna Syekh, Ustaz atau orang alim. Rizem Aizid, Biografi Ulama Nusantara, (Yogyakarta: Diva Press, 2016), 185.

Informasi Selengkapnya Klik Disini

Buku-Buku Karya Intelektual
Tuan Guru H.M. Said Amin
Yang Diterbitkan Oleh Stis Al-Ittihad Bima